Bangsal Isolasi: Apa dan Siapa Terisolasi?

Enyah Resah
3 min read5 days ago

--

Poster 'Bangsal Isolasi' dari Tampang.com

Menonton film thriller sama artinya menyiapkan diri dengan berbagai keanehan yang tak henti mengundang rasa penasaran. Tak hanya itu, kengerian demi kengerian sudah menjadi main dish yang pasti disajikan sang sutradara. Begitu pula dengan film ‘Bangsal Isolasi’, perjalanan sang tokoh utama menguak misteri di balik kematian sang adik begitu memacu adrenalin penonton.

Umumnya, orang berusaha semaksimal mungkin menjadi warga negara yang baik dengan tidak meninggalkan catatan kriminal. Berbeda dengan Weni, sang tokoh utama. Ia justru dengan sengaja berpura-pura mengonsumsi narkoba dan terjerat kasus kejahatan sehingga ia dijebloskan ke sebuah penjara khusus wanita terpencil bernama ‘Lapas Ratu Adil’.

Di sana, ia bertemu dengan Yanti, seorang narapidana yang kebetulan sekamar dengannya. Tak seperti kamar pada umumnya berisi sekitar 3–5 orang, hanya Yanti dan Weni yang menghuni kamar tersebut. Hal ini terasa janggal, apalagi belum genap seminggu Weni tinggal di sana, ia mulai mendengar suara-suara aneh. Ketika mencoba bertanya kepada Yanti, ia menyuruh Weni berpura-pura tak tahu, melanjutkan tidur dan percaya semua akan baik-baik saja pada keesokan harinya.

Saat fajar menyinsing, Yanti memperkenalkan Weni kepada petugas-petugas di lapas. Tak lupa memperkenalkan Weni pada Bela, narapidana yang perlu ‘dihindari’ karena ia gemar membuat ulah. Salah sedikit, bisa-bisa darah mengucur dari pelipis atau tak menutup kemungkinan nyawa menjadi taruhannya. Segala peralatan sederhana menjadi senjata mematikan di mata Bela, bahkan garpu makan sekali pun.

Seolah hanya angin lalu, Weni tak ambil pusing dengan peringatan Yanti. Karena Bela menunjukkan sifat ‘sok berkuasa’nya di hadapan Weni dengan menyakiti narapidana lain, Weni mulai bertindak. Dengan kemampuan bela diri yang patut diacungi jempol, Bela tak lagi dapat seenak hati mengeluarkan kekuatannya. Pertarungan di antara keduanya cukup sengit, tak sebatas aksi jambak-menjambak sebagaimana perselisihan dua wanita yang sering terjadi.

Dalam perjalanannya mencari jawaban, Weni dibantu seorang petugas lapas bernama Adit. Ia berada di ‘tim’ yang sama dengan Weni. Meski demikian, Adit sebagai ‘bawahan’ memiliki akses terbatas terhadap informasi-informasi lapas. Oleh karena itu, Weni tetap menjadi kunci dalam pemecahan misteri ini. Kasarnya, Adit hanya dapat membukakan jalan, sedangkan Weni harus menempuh perjalanannya seorang diri, sekuat tenaga.

Setiap langkah mendekat pada jawaban yang dicari, selalu ada tantangan menghadang, seolah muncul pihak-pihak yang tak senang dengan aksi Weni. Tentu saja, siapakah penjahat di dunia ini yang akan dengan senang hati mempersilakan sang detektif mengungkap kebenaran di balik aksi-aksi mereka? Begitu pula dengan kisah perjalanan Weni.

Film ini memunculkan beberapa plot twist. Jika menyimak dengan sungguh-sungguh, kurasa plot twist yang disajikan dapat ditebak dengan mudah. Hanya saja, aku menonton film ini sebagai selingan sehingga aku tidak menyadari hint-hint yang ditampilkan sang sutradara. Sebagian kecurigaanku benar adanya, sebagian lain berhasil membuat diriku terdiam: terpukau dengan kejutan yang diramu sang sutradara.

Tak hanya itu, akting para pemain, apalagi pada adegan-adegan yang menunjukkan sisi emosional, pun saat setiap karakter beraksi (action) sungguh mengagumkan. Detail gerakan yang ditunjukkan layak mendapat bintang lima. Bagaimana tidak, gerakan bela diri yang diperagakan begitu dinamis, efektif memberi kesan menegangkan, pun membentuk karakter ‘kuat’ para pemain. Meski sebagian besar tokoh film ‘Bangsal Isolasi’ adalah wanita, hal ini tak sedikit pun menurunkan kengerian utama cerita, apalagi pada bagian aksi.

Dari film ini, aku belajar untuk tak mudah mempercayai orang asing. Serigala berbulu domba bertebaran di mana-mana. Tak hanya itu, orang berniat buruk dengan topeng menyeramkan pun tak sedikit bermunculan di muka bumi ini. Di sisi lain, ada kalanya kita perlu mengalah — menurunkan ego, demi memperoleh kepercayaan seseorang. Setelah kepercayaan berhasil didapat, interaksi akan terjadi secara natural, tak menutup kemungkinan informasi akan mengalir dengan mudahnya.

Namun, hal tersebut juga dapat menjadi kelemahan diri. Jangan sampai kita terlena dengan kebaikan orang lain. Pada akhirnya, kita hanya dapat bergantung pada diri sendiri. Kita tak bisa serta-merta menaruh kepercayaan penuh pada orang lain sepanjang waktu. Bahkan, kata ‘sepakat’ yang telah terucap di antara kedua pihak masih bisa memunculkan kata ‘pengkhianatan’. Hidup penuh dengan misteri yang menunggu kita untuk menebaknya. Tak perlu terburu-buru, perlahan dan pasti, jawaban yang dicari akan segera dapat kita temukan, meski hal itu menuntut satu atau lebih pengorbanan.

--

--

Enyah Resah
Enyah Resah

Written by Enyah Resah

Tulis, tulis, tulis! Apapun, demi mengurai pikiran-pikiran yang tak jemu menghantui hari-hari sunyi.

No responses yet