Benang Merah
Mencari sebuah jarum di antara tumpukan jerami sangatlah sulit, pun dengan menguraikan benang kusut yang telah lama dibiarkan saling menaut. Sama halnya dengan pikiran manusia. Pikiran tak bisa dianggap sebagai ‘gudang’ segala rasa dan memori. Hal ini harus segera ‘diempaskan’ sesegera mungkin dari hati dan pikiran, membebaskannya dari penumpukkan yang tak seharusnya bersemayam terlampau lama di sana.
Membiarkan suatu permasalahan terkubur seabad lamanya tanpa sedikit pun intensi menguraikannya merupakan opsi mengerikan. Bahkan, tak seharusnya hal tersebut dijadikan sebagai pilihan, sebaiknya dieliminasi sejak dini. Namun, tak bisa dipungkiri, beberapa insan di dunia kerap kali memutuskan membiarkan permasalahan tenggelam dengan sendirinya.
Sayangnya, apa pun yang terkubur pasti akan terkuak suatu hari nanti, menimbulkan bau tak sedap, menyeret pada kesengsaraan: menyayat hati, melukai diri semakin dalam. Jika mengetahui dampak yang ditimbulkan akan sebegitu parahnya, apabila memungkinkan, kita harus kembali pada masa lalu, membisikkan kepada diri sendiri agar segera menyelesaikannya, menemukan akar masalah dan tak membiarkan sedikit pun kesalahpahaman tumbuh.
Kesalahpahaman tak hanya bisa terjadi antara dua atau lebih individu, melainkan juga bisa diartikan sebagai kesalahan dalam memahami diri sendiri. Hal ini bukanlah perkara mudah. Perlu dedikasi waktu dan kesabaran tinggi agar bisa mengenal diri seutuhnya, menemukan akar utama dari keresahan-keresahan yang selama ini mengganggu.
Tak jarang, kita pun memerlukan uluran tangan orang lain dalam prosesnya. Perlu digarisbawahi, menerima bantuan bukan berarti menunjukkan kita adalah orang ‘lemah’. Sebagai makhluk sosial, wajar bagi kita membudayakan tolong-menolong dalam situasi apa pun, bahkan dalam kondisi ‘seremeh’ apa pun.
‘Biarlah waktu yang akan menjawabnya’ pasti tak lagi terdengar asing. Bahkan, mungkin terkesan sebagai omong kosong belaka. Namun, percayalah, beberapa fakta baru bisa disadari (atau diterima) seiring berjalannya waktu. Tak semuanya bisa diburu-buru. Selain itu, alangkah baiknya kita tak memberikan cap ‘buruk’ bagi diri sendiri: pemalas, tidak percaya diri, atau penilaian-penilaian serupa lain.
Bisa jadi, ada suatu kejadian pada masa lalu yang menjadi faktor di balik semua itu. Pada saat seperti ini, kita harus berbesar hati kembali mengulik masa lalu, memutar kembali memori dan sedikit merasakan perasaan-perasaan berkecamuk dalam hati. Perlahan menelusuri apa yang terjadi, juga keterkaitan apa yang ada di dalamnya sehingga kita bisa menemukan benang merah dari segala: tak lagi merutuki diri sendiri atas ketidakmampuan melakukan sesuatu sebagaimana orang-orang di sekitar.
Percayalah, proses penemuan benang merah ini memang tak mudah, tetapi kita akan belajar banyak hal dalam perjalanannya. Selain itu, dengan terurainya benang kusut yang bahkan telah membentuk bola padat, kita akan cenderung merasa lebih lega, kembali bisa memaknai hidup seutuhnya, pun lebih mencintai diri sendiri secara kontinu mencoba mengerti.