Drawing Closer: Sejenak untuk Selamanya

Enyah Resah
3 min readFeb 13, 2025

--

Poster ‘Drawing Closer’ from IMDb

Spoiler menjadi hal yang dibenci beberapa kalangan penikmat film. Namun, bagaimana jika ending sebuah film dapat ‘terbaca’ sejak kisah dimulai? Akankah kamu melanjutkan menyimak detik demi detik sembari harap-harap cemas apa yang ada di pikiranmu tak benar-benar terwujud dalam plot cerita? Atau memutuskan berhenti saat itu juga karena merasa tak perlu menunggu lama ending yang sudah ‘pasti’?

Sejak membaca sinopsis ‘Drawing Closer’, ditambah dengan menonton adegan pembuka cerita, film ini membuatku teringat sebuah Webtoon berjudul ‘Terlambat Jatuh Cinta’. Yup, tipikal cerita yang membuat penonton ‘mengetahui’ ending dengan mudahnya, tetapi sang author — dalam hal ini sang sutradara — mampu menyihir penikmat karya agar berbesar hati singgah lebih lama, dengan sukarela mengikuti perjalanan para tokoh secara perlahan.

Bagiku, kisah romansa remaja SMA akan selalu memiliki kesan tersendiri, begitu pula dengan film ini. Film ini sangat cocok bagi kamu yang ingin menikmati tontonan ringan. Namun, siap-siap saja air matamu dibuat meluncur berkala sepanjang film. Oh bukan, film ini — menurutku — tidak mengandung plot twist ‘spektakuler’. Mengingat sang sutradara seolah membeberkan ending cerita sedari awal, justru aliran air mata dipantik oleh ‘permainan’ emosi yang disuguhkan melalui interaksi setiap karakter di dalam film.

Meski berlatar dominan di rumah sakit, diselingi beberapa adegan di sekolah dan rumah Akito, serta beberapa tempat umum, film ini tidak terasa membosankan. Walaupun dengan latar tempat terbatas, sang sutradara mampu meramu setiap momen sehingga mampu menciptakan adegan dinamis, terus-menerus menggugah rasa penasaran penonton, “So? What’s next?”.

Dari pandanganku, salah satu adegan berkesan bagiku adalah setiap potongan-potongan momen yang membawa kedekatan Akito dan Haruna melalui bunga gerbera. Dari sini, aku mendapat insight baru, rupanya tak hanya setiap bunga memiliki makna, tetapi bunga dengan warna dan jumlah berbeda dalam suatu rangkaian bouquet dapat memiliki makna variatif. Hal ini sungguh menarik!

Tak hanya sampai di sana, kebetulan demi kebetulan yang terjadi di antara Akito dan Haruna sukses membuat hati penonton tersayat. Bagaimana tidak, remaja sebelia itu harus menghadapi kenyataan pahit — cenderung mengerikan. Bahkan, orang dewasa sekalipun belum tentu mampu menghadapi kematian sebijak mereka, ‘setenang’ mereka. Aku sangat tersentuh dengan antusias mereka dalam mengisi hari-hari dengan berbagai momen berkesan.

Selain itu, kisah gerbera yang tak sebatas terikat kepada Akito dan Haruna juga membuat hatiku terenyuh. Rupanya, Akito sangat beruntung dalam hidupnya, ia dikelilingi orang-orang baik. Tak hanya Haruna — sang pujaan hati, Akito juga memiliki keluarga, sahabat, dan guru yang tanpa kenal lelah mendukung setiap keputusannya. Dengan mimpi yang Haruna titipkan pada Akito, Akito melanjutkan hidupnya dengan sepenuh hati, tak lagi bagaikan manusia tanpa harap, bagai boneka berjalan tanpa jiwa.

Dari film ini, aku belajar menghargai setiap detik waktu yang kumiliki, mensyukuri keberadaan orang-orang berharga yang secara sukarela selalu mendukungku, menjaga semangat membara dalam jiwaku, juga mempertahankan dan menjaga impian yang ‘dititipkan’ kepadaku. Kita tak tahu kapan hal-hal berharga itu akan direnggut dari kita. Pada dasarnya, segala yang kita miliki hanyalah titipan, Allah SWT. bisa saja senantiasa mengambilnya dari kita sewaktu-waktu.

Di sisi lain, kematian merupakan hal yang pasti. Sudah sepantasnya kita senantiasa menjaga setiap tindak dan tutur kata kita untuk bersiap menghadapinya. Namun, hal ini tak boleh serta-merta membatasi diri kita dalam meraih impian. Sebagaimana kata-kata populer, kita harus senantiasa bersemangat memperjuangkan mimpi seolah kita akan hidup selamanya dan hiduplah seolah kita akan mati esok hari. Kata-kata ini (hampir) selalu berhasil menjadi pengingat saat aku mulai merasa putus asa dalam mengusahakan suatu hal positif.

--

--

Enyah Resah
Enyah Resah

Written by Enyah Resah

Tulis, tulis, tulis! Apapun, demi mengurai pikiran-pikiran yang tak jemu menghantui hari-hari sunyi.

Responses (1)