Gadis Kretek Bukan Pijat Kretek
Beberapa waktu lalu, aku menemukan meme ‘Gadis Kretek’ di Twitter. Bukan kretek dalam istilah rokok yang digambarkan pada meme tersebut, melainkan kretek digambarkan dalam arti pijat kretek. Sontak gelak tawa menghiasai hariku. Namun, setelah membaca replies, aku baru menyadari meme tersebut membicarakan series baru di Netflix. Dari sana, aku mulai merasa penasaran dan mencoba menonton 1 episode series ini.
Benar saja, series ini begitu bagus. Latar tempo dulu diselingi alur maju-mundur dengan mengangkat budaya kental Indonesia membuat series ini semakin menarik untuk ditonton. Namun, karena keterbatasan waktu, aku baru menonton 4 episode lain kemarin — ya, marathon. Hal ini dipicu dengan semakin banyaknya tweet bahasan series ‘Gadis Kretek’ menghiasai beranda Twitter-ku.
Series dibuka dengan menampilkan sosok wanita anggun dibalut kebaya putih yang sedang berjalan perlahan di suatu pesta, kemudian scene beralih pada seorang pria tua yang sedang terkapar lemah di atas kasur di dalam sebuah ruang tidur, dipenuhi alat medis yang terpasang pada tubuhnya. Di tengah rasa sakit yang diderita, sang pria tua mencoba meraih sebuah laci untuk mengambil suatu kotak kayu. Kotak ini diberikan kepada salah seorang putranya sembari menyampaikan pesan singkat, “Cari Jeng Yah!”
Karena belum pernah mendengar nama tersebut sebelumnya, sang putra bungsu merasa kebingungan. Ketika mencoba membicarakan hal ini kepada kedua kakak sulungnya, ia justru ditertawakan. Mereka meminta sang anak terakhir — Lebas — untuk fokus pada operasional perusahaan DR (perusahaan rokok terkenal pada masanya). Sebagai anak bungsu yang turut terlibat dalam perusahaan, rupanya Lebas justru sangat jarang terlihat pada rapat-rapat penting perusahaan, hal ini tentu saja membuat kakak-kakaknya semakin gemas dengan sang adik yang mencoba mencari seorang wanita yang ‘tidak jelas’ asal-usulnya.
Meski demikian, Lebas bersikeras mencoba menemukan Jeng Yah sebagai permintaan terkahir sang ayah. Sebenarnya, Lebas sendiri merasakan ada hal aneh karena sebelumnya sang ayah tidak pernah peduli perihal wanita, ada yang berbeda dari biasanya. Awalnya, Lebas memilih menyembunyikan aksi pencarian ini dari sang ibu, tetapi apa daya, rupanya sang kakak mengkhianati janjinya dan membeberkan segalanya pada sang ibu, membuat sang ibu merasakan gejolak amarah dalam dirinya.
Berbekal isi kotak kayu yang terdiri atas beberapa lembar kertas dengan tulisan tempo dulu dan selembar foto hitam putih, Lebas memulai perjalanan dengan mengunjungi Museum Kretek di Kota M. Di sana, Lebas bertemu dengan Arum — seorang dokter yang juga merupakan donatur museum. Melihat secarik foto lawas dalam genggaman Lebas, Arum sontak terkejut dan menanyakan dari mana Lebas memiliki foto sang ibu.
Singkat cerita, Lebas menceritakan segala informasi yang ia miliki, serta menjelaskan maksud dan tujuannya menemukan Jeng Yah. Merasa iba dan turut penasaran atas masa lalu keluarganya, Arum bersedia membantu Lebas dengan terlebih dahulu mengajaknya menyusuri sebuah ruangan tua karena Arum merasa pernah menemukan kumpulan surat dengan tulisan tangan yang sama di sana. Syukurnya, surat yang dimaksud berhasil ditemukan.
Ketika mereka membaca surat, scene beralih pada cerita masa lalu, dimulai dari perkenalan Jeng Yah atau Dasiyah sebagai seorang putri Pak Idroes (pemilik pabrik rokok Merdeka yang begitu terkenal di Kota M), Rukayah, (sang adik penggemar permen jahe), sang ibu yang begitu anggun, serta Purwanti (sahabat Rukayah yang juga menyukai permen jahe). Sangat berbanding terbalik dengan sang adik yang begitu ceria dengan pembawaan lembut, Dasiyah memiliki pembawaan yang lebih tegas dan berwibawa.
Sejak kecil, ia sering membantu ayahnya mengurus pabrik rokok sehingga hal tersebut membawanya bermimpi lebih tinggi mengenai masa depan cerah pabrik ini. Ia dengan tulus dan penuh dedikasi mengurus segala keperluan pabrik, termasuk menjadi mandor. Bahkan, ia memiliki keinginan meracik saus kretek di dalam sebuah ruang saus dengan pintu berwarna biru. Sayangnya, pekerja pria di ruangan itu memiliki kepercayaan kolot — ia percaya wanita tidak boleh memasuki ruangan tersebut karena akan mempengaruhi rasa kretek menjadi masam.
Namun, Dasiyah masih belum menyerah, belum saatnya mengubur mimpi. Ia percaya suatu saat ia dapat memerdekakan diri dan meraih harapan mulia tersebut. Sayangnya, usaha kretek Merdeka tidak berjalan mulus, satu-satunya pemasok tembakau justru berbuat licik. Ia memberi campuran dalam sekarung tembakau sehingga tembakau tersebut tidak 100% asli. Hal ini tentu akan mempengaruhi cita rasa kretek.
Melihat kecurangan ini, Dasiyah tidak tinggal diam. Ia mempersuasi sang ayah untuk langsung menemui Pak Budi di pasar demi memperoleh keadilan. Sesampainya di pasar, rupanya Pak Budi mengelak, ia menganggap hal tersebut sebagai sebuah ketidaksengajaan. Di sisi lain, di tempat yang sama terdapat Pak Djagad — pemiliki pabrik kretek Proklamasi, kompetitor Pak Idroes. Dari sini, persaingan di antara kedua produsen kretek terlihat semakin sengit.
Tiba-tiba muncul keributan dari bagian tengah pasar. Dikabarkan ada seorang pria yang tengah dikejar-kejar sekelompok preman. Rukayah yang saat itu sedang asyik membeli permen jahe bersama sahabat dekatnya, Purwanti, mengajak Dasiyah menyaksikan aksi kejar-kejaran tersebut, turut menembus keramaian di dalam pasar. Awalnya Dasiyah sempat menolak, tetapi akhirnya ia menuruti kemauan sang adik.
Saat bertemu dengan sang pria yang kini berkelahi dengan para preman, tanpa sengaja manik Dasiyah bertemu dengan sorot kedua bola mata milik sang pria. Saat itu juga, Dasiyah tertegun, ia merasa ada yang berbeda dari tatapan tersebut — tatapan yang sama sekali tidak menyiratkan pesan merendahkan wanita. Biasanya, ia selalu dipandang sebelah mata oleh para pria, khususnya saat berurusan dengan kretek — wanita dianggap kurang elok berkecimpung dengan tembakau.
Pria itu rupanya bernama Soeraja atau kerap disapa Raja (read: Raya). Ia memiliki masa lalu yang cukup pelik dengan tujuan yang bisa dibilang baik. Mendengar perjalanan yang Raja ceritakan, apalagi dengan sebuah tulisan berbahasa Belanda yang lancar dibaca Raja — atas permintaan Pak Idroes — setelah menyantap makan malam bersama, Dasiyah semakin merasa ada yang berbeda dari Raja. Hal ini menjadi sebuah titik awal dalam kisah Dasiyah dan Raja.
Ada begitu banyak misteri yang tersaji di dalam series, mulai dari kebetulan demi kebetulan yang terjadi pada masa kini, ribuan rahasia yang selama ini tersimpan rapi oleh Rukayah dan Raja dari anak-anaknya, hingga masa lalu kelam milik Raja yang akhirnya terungkap dan membawa petaka pada keluarga Dasiyah hanya dalam semalam. Begitu banyak kesalahpahaman yang terjadi, begitu banyak pertanyaan yang muncul dalam diri penonton seiring berjalannya waktu.
Perlahan-lahan, satu per satu pertanyaan tersebut terjawab, rasa penasaran penonton akhirnya terbayar tuntas. Meski dengan kompleksnya masalah yang terjadi dan alur maju-mundur yang dipilih dalam pembawaan cerita, series ini berhasil dikemas dengan runtut, menarik, dan mengaduk emosi. Penonton dapat ikut merasakan gejolak amarah, manisnya kisah cinta antara dua insan, pahitnya pengkhianatan, hingga sakit, sedih, dan tercabik-cabiknya hati saat melihat adegan-adegan penuh haru.
Seluruh pemain series yang begitu menjiwai peran masing-masing, setiap sudut pengambilan gambar, serta sound track yang digunakan dalam series ini berhasil membangun suasana apik dalam penyampaian pesan-pesan kepada penonton. Peliknya masalah yang diangkat tidak membuat penonton sulit mencerna kisah yang dibawakan. Sebaliknya, penonton dapat dibuat lupa waktu dan terus dibombardir rasa penasaran pada episode demi episode.
Dari series ini, aku belajar begitu dinamisnya hidup ini, banyak hal tak terduga yang bisa terjadi tanpa aba-aba dan berdampak besar bagi kehidupan secara keseluruhan. Kita sebagai manusia harus selalu siap menghadapi segala tantangan dan rintangan yang telah disiapkan dan disembunyikan semesta. Kita harus selalu bergerak dan membuat perubahan, kita tidak bisa hanya berdiam diri pada satu titik dan membiarkan diri terikat masa lalu.
Di sisi lain, kesalahan demi kesalahan yang kita perbuat pada masa lalu pada akhirnya akan menimbulkan tumpukan rasa bersalah dalam diri. Cepat atau lambat, kita harus membayar kesalahan tersebut, apapun bentuk penebusannya. Namun, kesalahan yang diperbuat pada masa lalu tidak boleh menjadi hambatan bagi kita untuk meneruskan hidup dan menggapai tujuan kita. Kesalahan ada untuk dijadikan pelajaran, sebagai pengingat agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama, membuat diri lebih berhati-hati dalam mengambil setiap langkah.