Menguak Semangat Juang Seorang Ayah bersama Maharaja

Enyah Resah
3 min readFeb 2, 2025

--

‘Poster Maharaja’ from Kompasiana

Maharaja bukanlah tukang potong rambut biasa, ia sungguh luar biasa! Inilah kesimpulanku setelah menonton film bergenre action-thriller berdurasi 141 menit. Ya, durasi ini terbilang panjang untuk dihabiskan sekali duduk. Namun, menurutku, waktu ini sangatlah worth it. Aku sama sekali tidak menyesal menghabiskan lebih dari 2 jam dalam hidupku menikmati tayangan ini — tentu bukan dalam artian menikmati penuh senyuman karena banyak adegan menegangkan disajikan melalui film ‘Maharaja’.

Film ini menyoroti kehidupan harmonis sebuah keluarga kecil, terdiri atas seorang ayah bernama Maharaja dan putrinya bernama Jothi. Gadis cilik kebanggaan Maharaja ini memiliki impian besar menjadi seorang atlet. Demi mengejar mimpinya, ia berniat mengikuti sebuah camp selama sekitar seminggu. Sebagai anak semata wayang, sang ayah tak rela begitu saja membiarkan putrinya pergi jauh ‘seorang diri’. Awalnya, ia bersikeras melarang sang putri pergi. Namun, pada akhirnya ia mengizinkan Jothi, ia percaya putrinya sanggup menjaga diri.

Untungnya, kekhawatiran sang ayah di tempat camp tidak menjadi kenyataan. Sayangnya, kejadian tak disangka pada hari ulang tahun Jothi justru membawa malapetaka. Siapa sangka, penundaan kecil sepulang kerja dapat berujung pada tragedi maut. Sebenarnya, kejadian ini terjadi bukan tanpa alasan, Jothi bukanlah sasaran random sang penjahat, melainkan perwujudan balas dendam atas perbuatan sang ayah beberapa tahun silam.

Satu per satu misteri tersingkap seiring berjalannya waktu, pun beberapa plot twist di baliknya. Kemarahan sang ayah terhadap perlakuan para penjahat terhadap putri semata wayangnya tak dapat dibendung lagi. Dengan membabi buta, Maharaja mengejar para penjahat, tak sedikit pun memberi pengampunan. Kekuatan Maharaja memang dahsyat, tetapi tak membuatnya dapat dengan mudah mengalahkan lawannya. Pertarungan sengit terjadi di antara mereka, membuat jantung penonton hampir copot, adrenalin meninggi dengan harap-harap cemas berharap sang tokoh utama dapat keluar sebagai pemenang.

Selain berhasil mengaduk emosi penonton, film ini juga dengan berani menyajikan realitas kejam kehidupan. Mulai dari kemiskinan struktural, ketamakan manusia, keboborokan instansi pemerintah, hingga identitas si hidung belang yang tak kunjung terungkap dengan segala kejahatan di baliknya. Tak hanya itu, ikatan emosional antara seorang ayah dan anak juga mengundang tangis haru para penonton. Ketulusan sang ayah merawat dan menjaga putrinya dengan penuh kasih sayang sangat terpancar dalam setiap langkah dan perjuangannya.

Namun, penggunaan alur maju-mundur pada film ini pada beberapa bagian membuatku kebingungan. Aku merasa agak kesulitan membedakan masa kini dengan masa lalu yang diceritakan. Di sisi lain, setelah aku berhasil memahami perbedaan timeline yang ditunjukkan, alur film ini benar-benar mindblowing. Di satu sisi, aku merasa berempati dengan masa lalu karakter-karakter dalam film; di lain sisi, aku turut merasa kesal atas keputusan yang diambil beberapa karakter: mengambil tindakan yang berpotensi merugikan orang lain.

Dari film ini aku menyadari tak selamanya kebaikan yang kita lakukan dapat dipandang positif oleh orang lain. Bisa jadi, perbuatan yang kita anggap baik tersebut justru memberi luka abadi bagi pihak tertentu — meski pada dasarnya hal tersebut bukanlah murni kesalahan kita, kita hanya ingin melakukan yang terbaik sesuai norma berlaku. Di sisi lain, garis takdir tak akan melewati orang yang salah. Serapi apapun kenyataan disembunyikan, suatu saat kebenaran akan terungkap pada waktu yang tepat.

Selain itu, aku belajar untuk tak mudah mempercayai orang lain. Kewaspadaan kita tak boleh sedikit pun diturunkan, apapun yang terjadi, apalagi setelah kejadian-kejadian janggal menimpa kita. Penjahat cenderung tak mengenal kata menyerah hingga tujuannya tercapai. Oleh karena itu, kita tak boleh lengah ketika sedang berada pada situasi pelik. Tak hanya itu, kita pun perlu mengikuti kata hati, serta berusaha bersikap terbuka kepada orang-orang terdekat demi keselamatan bersama.

--

--

Enyah Resah
Enyah Resah

Written by Enyah Resah

Tulis, tulis, tulis! Apapun, demi mengurai pikiran-pikiran yang tak jemu menghantui hari-hari sunyi.

No responses yet