Menyingkap Topeng Licik bersama Snow White: A Tale of Terror

Enyah Resah
3 min readDec 18, 2023

--

Poster ‘Snow White: A Tale of Terror’, from Wikipedia

Adegan berdialog dengan kaca ajaib untuk menanyakan wanita tercantik, membawa Snow White ke hutan dan bertemu para kurcaci, tertipu rayuan seorang nenek memakan apel beracun, napas berhenti dan dinyatakan meninggal, serta diselamatkan oleh seorang pangeran merupakan ciri khas cerita Snow White. Namun, sebagaimana kata kunci tambahan yang tertera pada judul film ini (a tale of terror), begitulah kisah ini terangkai, bukan hanya menceritakan adegan klise bagaikan legenda, tetapi terdapat bumbu-bumbu terror menghiasi.

Terror diawali sejak kedatangan Claudia — sang ibu tiri — ke kediaman Lilli dan ayahnya, Hoffman. Pada kisah ini, Snow White yang dimaksud bernama Lilli, nama ini diambil dari nama sang ibu kandung yang sayangnya meninggal saat Lilli dilahirkan. Benda-benda yang dibawa Claudia begitu mencurigakan, seolah terdapat sosok misterius bersemayam di baliknya. Hal ini pertama kali diketahui Lilli saat ia tanpa sengaja masuk ke kamar Claudia untuk menghindari interaksi. Mirisnya, kejadian ini memakan korban, tetapi tak satupun orang menaruh curiga.

Semakin dewasa, terror ini terus berlanjut, terutama saat cermin ajaib menjawab Lilli sebagai wanita tercantik. Claudia yang merasa jengah memerintahkan adiknya membunuh putri tirinya. Merasa tak tega, sang adik “melepaskan” Lilli, menyuruhnya berlari masuk ke dalam hutan sejauh mungkin hingga dibalut dinginnya malam, ia menemukan sebuah bangunan yang rupanya merupakan kediaman 7 pria dengan karakter dan fisik beragam. Dalam film ini, para kurcaci tak seluruhnya digambarkan sebagai sosok pria kerdil, berbeda dari cerita asli pada legenda.

Dari sana, mengetahui Lilli masih dengan bebas berkelana, terror yang diberikan Claudia semakin menjadi, bahkan lagi-lagi memakan korban setidaknya satu dari ketujuh pria tadi. Hingga akhirnya, Lilli terjebak godaan seorang nenek tua di dekat sungai, ia memakan separuh apel dan detik itu juga kehilangan nyawanya. Melihat keadaan ini, tentu saja para “kurcaci” merasa sangat berduka, mereka menyimpan Lilli dalam sebuah peti kaca dan meninggalkannya di tengah hutan. Satu dari ketujuh pria tadi, Will, masih merasa tak percaya atas kepergian Lilli untuk selama-lamanya. Namun, apa boleh buat, tak sedikit pun terdapat tanda-tanda kehidupan.

Di sisi lain, kebengisan sang ibu tiri tak berakhir sampai di sana. Kehilangan bakal bayi membuatnya bertindak di luar kendali, ia bagaikan orang kerasukan, melakukan segala cara agar dapat menghidupkan bayinya. Film ini di satu sisi dikemas dengan begitu manis, menggambarkan cinta kasih antara seorang ayah dan anak, pun antara dua insan yang tanpa sengaja saling mencintai dalam perjuangan bersama bertahan hidup. Berkebalikan dengan hal tersebut, ketegangan juga digambarkan dengan sangat jelas melalui kekejaman yang ditunjukkan Claudia.

Dari film ini aku belajar untuk tidak menjadi serakah, melainkan merasa cukup atas apa yang telah Allah SWT berikan. Keserakahan bisa membawa kita mengarah pada keburukan tanpa kita sadari. Saat kita telah tenggelam di dalamnya, kita akan kehilangan jati diri. Bahkan, tak menutup kemungkinan kita justru akan mengalami kerugian lebih banyak. Selain itu, kita tidak boleh iri atas apa yang dimiliki orang lain. Tak seharusnya kita membandingkan diri dengan individu lain, setiap orang memiliki porsinya masing-masing.

Tak hanya itu, kita tak boleh terlalu cepat percaya dengan orang asing, kita tak bisa begitu saja mengetahui rencana apa yang telah ia sembunyikan. Namun, kita pun tidak boleh berburuk sangka dan langsung menghakimi seseorang tanpa terlebih dahulu mencari tahu kebenaran dari sudut pandang lain. Selain itu, kita harus lebih aware dan waspada terhadap kondisi sekitar, alangkah baiknya kita menaruh kepercayaan lebih tinggi pada keluarga kita, dibanding dengan orang “asing”. Terakhir, pada beberapa kondisi, kita harus terus memegang teguh prinsip mendahulukan orang lain demi kebaikan bersama.

--

--

Enyah Resah
Enyah Resah

Written by Enyah Resah

Tulis, tulis, tulis! Apapun, demi mengurai pikiran-pikiran yang tak jemu menghantui hari-hari sunyi.

No responses yet