Miss Granny: Kembali Muda, Peluk Segala Cita
“Yang tua pernah muda, tetapi yang muda belum tentu mencapai usia tua!” Begitulah kalimat andalan yang sering ditemui dalam adegan “kurang ajar” yang dilakukan muda-mudi. Orang tua sudah menikmati begitu banyak asam garam kehidupan, mereka cenderung lebih bijak dan mengantongi banyak pengalaman. Namun, hal tersebut tak dapat menjadi pembenaran kalimat pedas yang dicetuskan orang tua setiap melihat kelakukan muda-mudi yang dirasa kurang tepat.
Niat dalam menasihati tidaklah keliru, tetapi penyampaian yang terlalu blak-blakan dapat menyakiti hati dan tak menutup kemungkinan justru menimbulkan perasaan benci. Begitulah gambaran Oh Mal-soon, seorang nenek berusia 70 tahun yang tinggal seatap dengan putra tunggalnya yang berprofesi sebagai dosen di sebuah universitas negeri dan telah berkeluarga — memiliki seorang istri dan dianugerahi 2 orang anak: seorang putri yang rajin belajar dan putra yang bercita-cita menjadi seorang musisi.
Oh Mal-soon dikenal sebagai sosok yang cenderung blak-blakan dalam menyampaikan pendapatnya, tanpa pandang bulu. Sampai suatu ketika ia berselisih dengan seorang wanita tua hingga melibatkan adu fisik, pun tak sengaja melontarkan kata-kata menyakitkan kepada sang menantu hingga ia terkena serangan jantung. Dari sana, keluarga kecil itu mengadakan sebuah diskusi yang menyinggung perihal keberadaan sang nenek di rumah. Mereka berencana mengirim sang nenek ke panti jompo.
Meski demikian, sang cucu laki-laki— Ban Ji-ha merasa tidak setuju, ia berusaha membela sang nenek. Sayangnya, Oh Mal-soon terlanjur mendengar percakapan mereka dan memutuskan pergi dari rumah. Sebenarnya, ia hendak bertemu dengan sang cucu, Ban Ji-ha. Namun, sebuah keajaiban terjadi. Karena suatu kejadian, secara fisik ia berubah menjadi seorang gadis berumur 20 tahun. Ia tak lagi merasa pegal di bahunya, ia dapat begerak dengan bebas dan lincah.
Mengetahui perubahan ini, ia merasa sangat terkejut sembari mengonfirmasi hal ini kepada orang-orang di sekitarnya dengan nada berapi-api. Oleh karenanya, ia “menghilang” begitu saja dari keluarganya sembari menyisipkan secarik surat di gerbang rumah, mengisyaratkan bahwa dirinya baik-baik saja, ia hanya ingin meninggalkan rumah untuk sementara waktu. Meski begitu, seisi rumah, pun tetangga yang amat akrab dengannya, tanpa henti berusaha melakukan pencarian untuk menemukannya.
Singkat cerita, sesekali Mal-soon kembali mengingat masa lalu, masa-masa kelam sepeninggal sang suami yang mengharuskannya berjuang mati-matian membesarkan putra tunggalnya yang sering jatuh sakit. Keadaan pedih ini mau tak mau dilaluinya dengan serba kekurangan. Di sisi lain, saat masih muda, ia sangat lihai menyanyi, beberapa orang di sekitarnya mendorongnya untuk menjadi seorang penyanyi. Namun, ia mengabaikan hal tersebut dan menjalani hidup sebagaimana masyarakat pada umumnya, sedikit pun tak berani menyentuh kehidupan sebagai seorang penyanyi.
Berbekal rasa penyesalan, ia menerima tawaran menjadi seorang vokalis utama untuk band sang cucu — kala itu, Ji-ha sama sekali tak curiga bahwa Mal-soon merupakan neneknya. Mal-soon mengubah namanya menjadi Oh Doo-ri. Pada saat bersamaan, bakat ini juga diketahui Han Seung-woo yang bekerja di stasiun TV. Doo-ri dan band-nya membawakan lagu-lagu original ciptaan Ji-ha. Hal ini tak serta-merta berjalan mulus, ada banyak lika-liku yang dilalui, mulai dari mengubah aliran band, perubahan mendadak yang terpaksa harus dilakukan, dan sebagainya.
Doo-ri begitu menikmati hidupnya sebagai anak muda. Meski demikian, sesekali tanpa sadar ia bertingkah laku seperti seorang nenek, menggunakan bahasa yang “tidak sopan” diucapkan seorang gadis kepada orang yang lebih tua, juga “sok” mengetahui lebih banyak informasi dibanding orang lain. Hingga suatu saat, ia menemukan cara kembali menjadi tua. Untungnya, hanya sebagian kulitnya saja yang kembali keriput, ia masih bisa menjalani hidup sebagai “Doo-ri”.
Di tengah perjalanannya, ditemui beberapa kebimbangan, apakah ia masih ingin menjalani hidup barunya sebagai Doo-ri atau kembali menjadi Mal-soon dengan tubuh rentanya. Begitu banyak kisah menarik dan hubungan emosional dalam film ini, termasuk keputusan-keputusan yang harus diambil dengan cepat, pun dengan mengesampingkan perasaan dan mengedepankan logika.
Dari film ini, aku belajar untuk menghargai setiap waktu yang berlalu, juga menyadari betapa besarnya rasa syukur yang harus kuutarakan tiap hari sesederhana karena aku masih berada pada masa mudaku. Aku harus lebih memanfaatkan waktu-waktu yang kupunya, tak hanya untuk hal-hal produktif, melainkan juga demi kebahagaiaan pribadi, juga memaksimalkan semangat membara untuk mengejar cita.
Jangan sampai penyesalan datang terlambat, jangan sampai rasa kecewa menghantui masa tua. Meski demikian, aku tak boleh mengabaikan ucapan dan nasihat orang tua. Aku harus lebih menghormati mereka sebagai orang yanglebih dulu berkelana di dunia ini, sebagai orang yang mengetahui seluk-beluk dunia jauh lebih banyak dibanding diriku. Oleh karena itu, mari mengoptimalkan kebebasan masa muda dan menggunakan kobaran semangat jiwa muda untuk hal-hal bermanfaat sembari menikmati setiap detik yang berlalu.