The Call: Ketika Dimensi Waktu Terhubung
Tak sedikit orang menyesali keputusan yang dibuat pada masa lalu. Beberapa di antaranya bahkan berandai-andai mengharapkan adanya mesin waktu, alat ajaib yang mampu membawa mereka kembali pada masa spesifik dengan tetap memiliki pengetahuan terkini. Dengan demikian, menurut mereka, mereka akan dapat menghapus penyesalan yang selama ini mengakar kuat.
Namun, dunia tak berjalan demikian. Satu-satunya hal yang tak bisa kembali adalah waktu. Setiap detik berlalu tak dapat diputar kembali. Setiap keputusan yang telah dibuat dan berdampak tak dapat ditarik kembali, kecuali dengan memperbaiki apa yang masih dapat diubah pada masa kini dan masa depan.
Mungkin kamu pernah menonton sebuah film yang menceritakan mesin waktu: sekelompok atau seseorang yang menjelajahi waktu menuju masa lalu untuk mengubah suatu kejadian. Sayangnya, pada akhir cerita, apapun yang telah diupayakan berbuah nihil, tak ada yang berubah pada masa depan. Masa lalu saklek merupakan fakta yang harus diterima bulat-bulat.
Sedikit berbeda dengan kisah yang diceritakan dalam film ‘The Call’. Pada film ini, Seo Yeon — sang tokoh utama — menempati sebuah rumah baru. Rumah ini terbilang besar untuk ditempati seorang diri. Sebenarnya, ia tak hidup sendirian, ia memiliki seorang ibu yang terpaksa harus dirawat di rumah sakit karena penyakit parah yang diidapnya. Ia mati-matian bekerja di sebuah usaha konvensional, tepatnya di sebuah pertanian stroberi, untuk menabung sejumlah uang demi membiayai operasi sang ibu.
Penderitaan Seo Yeon tak berhenti sampai di sana, pada perjalanannya, ia tanpa sengaja meninggalkan ponselnya di kereta sehingga ia terpaksa menggunakan telepon yang ditinggalkan dalam rumah. Beberapa kali telepon berdering memunculkan suara seorang wanita bernama Young Sook. Ia terdengar histeris meminta tolong kepada sosok di balik telepon yang ia kira adalah Sun Hee.
Merasa panggilan tersebut salah sambung, Seo Yeon menganggapnya angin lalu hingga panggilan tersebut kembali muncul beberapa kali. Pada beberapa panggilan, seseorang yang terus berteriak itu menyebutkan alamat tempat ia tinggal. Seo Yeon terkejut karena alamat yang disebutkan sama persis dengan alamat rumah yang ia tempati saat itu.
Setelah situasi dirasa tenang, Seo Yeon hendak memaku tembok untuk memasang foto keluarga. Namun, terdapat kejanggalan karena suara nyaring terdengar saat tembok diketuk — mendandakan terdapat ruang di balik tembok, tidak seperti tembok biasa yang umumnya padat akan batu bata dan semen. Oleh karena itu, ia berinisiatif menjebol tembok dan menemukan beberapa anak tangga menuju sebuah ruangan.
Dari sanalah Seo Yeon menemukan sebuah buku diary yang akan membawa Seo Yeon lebih dekat dengan Young Sook — penyelamat sekaligus musuh terbesar Seo Yeon. Berinteraksi dengan Young Sook yang rupanya berada pada masa lalu awalnya terasa mengasyikkan, Seo Yeon memberi tahu banyak fakta dunia modern kepada Young Sook, sampai akhirnya Young Sook mencetuskan ide gila mengubah takdir supaya ayah Seo Yoon hidup kembali.
Benar saja, berubahnya sedikit keputusan pada masa lalu rupanya membawa perubahan besar pada masa depan. Sayangnya, upaya penyelamatan tersebut justru menjadi bumerang bagi Seo Yeon. Berbekal catatan kepolisian dan berita di internet, Seo Yeon berusaha menyelamatkan orang-orang di sekelilingnya — di bawah ancaman Seo Yoon.
Usaha ini benar-benar menegangkan, adegan-adegan tersebut berhasil membuat penonton seolah masuk ke dalam cerita. Setiap upaya yang dikerahkan selalu menimbulkan perubahan baru pada masa depan, baik perubahan yang membawa kebahagiaan, maupun perubahan yang menimbulkan duka. Segala aksi terus berulang dengan ‘bumbu’ beragam hingga akhirnya Seo Yeon dapat berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan ibunya pada masa lalu, hingga Young Sook dapat memberi pesan dan peringatan kepada dirinya sendiri pada masa lalu dan membuat rantai kejahatannya tak terputus.
Dari cerita ini, penonton dapat belajar untuk menerima kenyataan dan tak terlalu larut pada penyesalan akibat keputusan yang dirasa ‘salah’ pada masa lalu. Tak ada untungnya berlarut terlalu lama pada penyesalan. Penyesalan hanya akan menjadi penghambat kemajuan. Alangkah baiknya kita fokus pada masa kini dan merencanakan masa depan.
Meski demikian, bukan tak mungkin bagi kita mengambil pelajaran dari penyesalan tersebut dan berusaha berubah menjadi versi terbaik diri dengan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah lalu.